"Tumor kandungan", kata itu terngiang di telingaku. Bagaikan mendengar petir, kaget tak terkira mendapati diagnosa dokter radiologi di senja itu. Oh Tuhan......kenapa aku harus menderita sakit serius seperti ini disaat karierku sedang bagus, dan terlebih lagi ketika ada seorang laki-laki yang dengan serius akan melamarku. Ku terpuruk tak berdaya.
Akankah pesta pernikahan yang tinggal 3 bulan lagi itu ada? Masih dapatkah aku bekerja lagi, sedangkan dokter telah memvonis ginjalku sudah terganggu akibat gesekan tumor yang semakin membesar. Apa yang harus aku katakan dengan kekasihku, bila dia bertanya tentang sakit yang sedang aku derita? Haruskah aku berbohong? Atau mungkin berterusterang dengan resiko yang menyedihkan? Haruskah aku kehilang keduanya, pekerjaan dan kekasihku? Tiada dapat kubendung air mata ini.
Telepon genggamku pun akhirnya berdering, tiada lain dia kekasihku yang sedang bertugas di Sulawesi Selatan sedangkan aku berada di Denpasar. Dengan kekuatan cinta yang aku miliki akhirnya kuceritakan sakitku dengan penuh kejujuran dan kepasrahan. Ku serahkan diriku kepada Tuhan yang memberiku hidup, memberiku kebahagiaan serta cobaan yang sedang aku alami saat itu. Sebelum kututup pembicaraan, aku pesan agar dia berfikir lagi tentang kelanjutan hubungan kami. Dia sempat bertanya,"Apa kamu siap apapun keputusan dariku?" "Cobaan ini Tuhan berikan tanpa pernah bisa kumenolaknya. Begitupun dengan keputusanmu, tiada mampu kupaksakan agar seperti apa yang kumau", jawabku saat itu. Aku berusaha kuat menghadapi semua ini. Walau kesedihanku teramat sangat, namun aku yakin Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umat-Nya.
Diluar dugaanku, dia memberiku pehatian yang lebih besar lagi. Semangat yang diberikan seperti obat yang lebih mujarab daripada obat yang diberikan dokter. Diapun datang menemaniku disaat menjalani operasi pengangkatan tumor itu. Dengar setia dan sabar mendampingiku yang sedang menahan sakit yang luar biasa.
Seperti harapannya dan keluargaku, aku pun akhirnya sehat dan ceria lagi. Tahun keempat pernikahanku barulah kami dikaruniai seorang putri. Padahal aku sempat putus asa karena setiap dokter kandungan yang aku datangi selalu memvonis kecil sekali kemungkinanku memiliki keturunan dari rahimku sendiri. Rasa syukurku kepada Tuhan semakin bertambah dengan kelahiran putra keduaku 2 tahun kemudian.
Ternyata kekuatan cinta dari suamiku mampu membuat hidupku menjadi penuh keajaiban. Bagaimana mungkin di zaman sekarang ini ada seorang laki-laki hanya dengan bermodalkan cinta yang tulus menikahi seorang perempuan yang sedang sakit. Namun laki-laki itu ada dan nyata, dialah suamiku tercinta.
Akankah pesta pernikahan yang tinggal 3 bulan lagi itu ada? Masih dapatkah aku bekerja lagi, sedangkan dokter telah memvonis ginjalku sudah terganggu akibat gesekan tumor yang semakin membesar. Apa yang harus aku katakan dengan kekasihku, bila dia bertanya tentang sakit yang sedang aku derita? Haruskah aku berbohong? Atau mungkin berterusterang dengan resiko yang menyedihkan? Haruskah aku kehilang keduanya, pekerjaan dan kekasihku? Tiada dapat kubendung air mata ini.
Telepon genggamku pun akhirnya berdering, tiada lain dia kekasihku yang sedang bertugas di Sulawesi Selatan sedangkan aku berada di Denpasar. Dengan kekuatan cinta yang aku miliki akhirnya kuceritakan sakitku dengan penuh kejujuran dan kepasrahan. Ku serahkan diriku kepada Tuhan yang memberiku hidup, memberiku kebahagiaan serta cobaan yang sedang aku alami saat itu. Sebelum kututup pembicaraan, aku pesan agar dia berfikir lagi tentang kelanjutan hubungan kami. Dia sempat bertanya,"Apa kamu siap apapun keputusan dariku?" "Cobaan ini Tuhan berikan tanpa pernah bisa kumenolaknya. Begitupun dengan keputusanmu, tiada mampu kupaksakan agar seperti apa yang kumau", jawabku saat itu. Aku berusaha kuat menghadapi semua ini. Walau kesedihanku teramat sangat, namun aku yakin Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umat-Nya.
Diluar dugaanku, dia memberiku pehatian yang lebih besar lagi. Semangat yang diberikan seperti obat yang lebih mujarab daripada obat yang diberikan dokter. Diapun datang menemaniku disaat menjalani operasi pengangkatan tumor itu. Dengar setia dan sabar mendampingiku yang sedang menahan sakit yang luar biasa.
Seperti harapannya dan keluargaku, aku pun akhirnya sehat dan ceria lagi. Tahun keempat pernikahanku barulah kami dikaruniai seorang putri. Padahal aku sempat putus asa karena setiap dokter kandungan yang aku datangi selalu memvonis kecil sekali kemungkinanku memiliki keturunan dari rahimku sendiri. Rasa syukurku kepada Tuhan semakin bertambah dengan kelahiran putra keduaku 2 tahun kemudian.
Ternyata kekuatan cinta dari suamiku mampu membuat hidupku menjadi penuh keajaiban. Bagaimana mungkin di zaman sekarang ini ada seorang laki-laki hanya dengan bermodalkan cinta yang tulus menikahi seorang perempuan yang sedang sakit. Namun laki-laki itu ada dan nyata, dialah suamiku tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar